someone : Hai, apa kabar?
someone else: Hai, baikkkkk.
someone : Udah menikah?
someone else: Belum [:
someone : Oh, kenappaaa? Buruan deh takut keburu tua....
a few years after...
someone : Hai... udah nikah yah? Udah berapa anaknya?
someone else: Belum ada anak...
someone : Kenapaaaa? Cepetan atuh punya anaakkkk...
another few years...
someone : Ih, lucu banget anaknya. Perempuan yah?
someone else: Iyah
someone : Tambah satu lagi atuhhhhh...
someone else: WTF!!!!
***
Sound familiar ga dengan ceritanya? Iya banget yah? Hahahaaa. Let's see in both side.
Mungkin buat orang yang terbiasa menjadi 'someone', dialog itu udah biasa banget. Dan biasanya mereka adalah orang-orang yang dengan suksesnya menikah di umur yang pas, lalu punya anak di tahun pertama pernikahan, lalu ada anak kedua, ketiga and so on.
As a 'someone else' ini pendapat saya: sebaiknya, sebelum dia memberikan pertanyaan-pertanyaan kepo sebagai 'bentuk kasih sayang dan perhatian', sebaiknya dia kembali mempelajari kembali etika tentang privacy. Pernah ga sih terfikir, setiap orang kan pasti punya pertimbangan dan rencana sendiri, kapan dia menikah, kapan dia punya anak, mau berapa anaknya.... Jadi, mari menghargai keputusan APAPUN yang dibuat oleh setiap individu.
Sayangnya, pertanyaan semacam ini sudah menjadi semacam kebiasaan yang bahkan saking terbiasanya, kayanya udah ga pernah mempertimbangkan perasaan si someone else. Mereka sih ga merasa sensitif ya? Kalo saya sih ditanya-tanya kaya gitu bawaannya sensitif. Bukan karena tidak suka ditanya dan diperhatikan, tapi, CARA bagaimana mereka menanyakan. Merasa menang skor dan so so memberikan influence. Haha. Saya terdengar sangat sarkastis yah? Sedikit, mungkin ;p
Ini real. Terjadi dalam hidup saya. Cita-cita saya adalah mulai mengubah pandangan konvensional seperti itu. At least, buat diri saya sendiri dan saya tidak melakukannya kepada orang lain. Amin.
Hail to ourselves, yeayy!
Kamis, 24 November 2011
Minggu, 13 November 2011
Drapery and Elephant.
Dan El mengendap-ngendap di sela-sela setiap lipitan gaun manisnya. Bersembunyi? Atau mencari sesuatu? El menjilati setiap drapery, menikmati rasa manis dari gula biang yang agak terasa anyir.
El menyelam lalu naik lalu kembali tenggelam. Masih diantara lipatan drapery. Dia tampak senang. Terlihat jauh lebih sehat dan lebih muda sepuluh tahun gajah.
Drapery itu seperti rolling coaster. Berputar-putar membingungkan tapi bersensasi luar biasa. Serasa kupu-kupu beterbangan di dalam perut. Itu kata El. Kadang-kadang dia memang senang meracau dan mengarang-ngarang kata. Matanya berbinar-binar. Minta lollypop, Mama!
Bersama seekor ostrich berwarna pink keunguan, El berlari di lipatan drapery. sambil berlarian, ostrich bertelur dan telurnya menggelinding ke segala arah. Satu telur terijak oleh El dan langsung menetas menjadi sebuah boneka Rusia. I love matrioskha! Teriak El. Kali lain dia menginjak telur, yang keluar dari telurnya adalah sebuah tiket liburan ke Hawaii. Aku ingin ke Hawaii untuk menari hula-hula dan memakai lei! Teriak El sambil sedikit terjerembab di lipatan drapery terakhir.
Mama mengangkat El dengan lemah lembut. Memberinya lollypop dengan lingkaran-lingkaran penuh warna yang menghipnotis. Ayo sayang, sekarang sudah waktunya tidur.
El melambai pada ostrich. Ostrich sekarang berlari sendirian. Diantara drapery dan telur-telur. Rasanya seperti ini: Silky and Tasty.
El menyelam lalu naik lalu kembali tenggelam. Masih diantara lipatan drapery. Dia tampak senang. Terlihat jauh lebih sehat dan lebih muda sepuluh tahun gajah.
Drapery itu seperti rolling coaster. Berputar-putar membingungkan tapi bersensasi luar biasa. Serasa kupu-kupu beterbangan di dalam perut. Itu kata El. Kadang-kadang dia memang senang meracau dan mengarang-ngarang kata. Matanya berbinar-binar. Minta lollypop, Mama!
Bersama seekor ostrich berwarna pink keunguan, El berlari di lipatan drapery. sambil berlarian, ostrich bertelur dan telurnya menggelinding ke segala arah. Satu telur terijak oleh El dan langsung menetas menjadi sebuah boneka Rusia. I love matrioskha! Teriak El. Kali lain dia menginjak telur, yang keluar dari telurnya adalah sebuah tiket liburan ke Hawaii. Aku ingin ke Hawaii untuk menari hula-hula dan memakai lei! Teriak El sambil sedikit terjerembab di lipatan drapery terakhir.
Mama mengangkat El dengan lemah lembut. Memberinya lollypop dengan lingkaran-lingkaran penuh warna yang menghipnotis. Ayo sayang, sekarang sudah waktunya tidur.
El melambai pada ostrich. Ostrich sekarang berlari sendirian. Diantara drapery dan telur-telur. Rasanya seperti ini: Silky and Tasty.
Senin, 07 November 2011
Pepper and Clay.
Pepper and Clay adalah kisah petualangan. Tidak seseru dan seliar Bonny and Clyde. Lebih mendekati cerita kuno tentang Cigar and Cherry.
Hello people, how are you today?
Udara masih dingin. Kaki dan tangan masih keriput. Bibir pun masih pecah belah.
***
Tadi siang, aku mengkhayal tentang balada buruh pabrik. Kulit kering kehitaman, rambut merah dan berbelah, baju berbahan polyester murahan, tas tangan kualitas kw 35rb, sepatu plastik dan sudah kusam. Tapi mereka tetap ceria dan tertawa. Bergosip tentang laki-laki, bercanda tentang kemaluan suami sampai mau masak apa nanti malam.
***
Hari ini aku memakai magenta dan mustard. Dua warna yang membuatku merasa hidup. Magenta adalah warna braku. Mustard adalah warna celana dalamku. Mereka sekarang terasa 'hidup'! Magenta dan mustard itu seperti Pepper and Clay. Sama-sama terdengar kuno.
Kami tidak ingin hidup yang aneh-aneh. Tanpa menambahkan bumbu keanehan lainnya, hidup kami sudah terasa cukup aneh. Kami suka kuno. Kuno dan aman. Terdengar seperti sebuah kedamaian, bukan?
Kami sedang duduk menikmati dua gelas ginger tea. Masih mengepul dan aroma jahenya kuat. Aroma kehangatan. Kami hanya duduk-duduk saja. Memperhatikan tupai yang sedang mengeruk biji kenari di bawah pohon pinus.
***
Hari ini seseorang membelikanku sebuah sepatu baru. Flat shoes merah dengan pita polkadot hitam putih.
Sama sekali bukan magenta and mustard, jadi kubuang saja. Ciao!
Hello people, how are you today?
Udara masih dingin. Kaki dan tangan masih keriput. Bibir pun masih pecah belah.
***
Tadi siang, aku mengkhayal tentang balada buruh pabrik. Kulit kering kehitaman, rambut merah dan berbelah, baju berbahan polyester murahan, tas tangan kualitas kw 35rb, sepatu plastik dan sudah kusam. Tapi mereka tetap ceria dan tertawa. Bergosip tentang laki-laki, bercanda tentang kemaluan suami sampai mau masak apa nanti malam.
***
Hari ini aku memakai magenta dan mustard. Dua warna yang membuatku merasa hidup. Magenta adalah warna braku. Mustard adalah warna celana dalamku. Mereka sekarang terasa 'hidup'! Magenta dan mustard itu seperti Pepper and Clay. Sama-sama terdengar kuno.
Kami tidak ingin hidup yang aneh-aneh. Tanpa menambahkan bumbu keanehan lainnya, hidup kami sudah terasa cukup aneh. Kami suka kuno. Kuno dan aman. Terdengar seperti sebuah kedamaian, bukan?
Kami sedang duduk menikmati dua gelas ginger tea. Masih mengepul dan aroma jahenya kuat. Aroma kehangatan. Kami hanya duduk-duduk saja. Memperhatikan tupai yang sedang mengeruk biji kenari di bawah pohon pinus.
***
Hari ini seseorang membelikanku sebuah sepatu baru. Flat shoes merah dengan pita polkadot hitam putih.
Sama sekali bukan magenta and mustard, jadi kubuang saja. Ciao!
IDLE.DREAM
"If 1000 birds may grant one wish, then I'll make thousands."
Heyho.
This is a little story about my (last) oct.
An art exhibition!
Mba Herra sebagai kurator pameran La Composition Seduisante-Edwin's Gallery Jakarta, mengajak saya untuk ikut berpameran. Huaw, it's an honour. Pameran bersama seniman-seniman besar.... Tsk tsk.
So, this is it. From a fabrics-based art exhibition, this is my artworks: IDLE.DREAM




IDLE.DREAM adalah hope, urban dream, myth, dan folklore. Sebuah persepsi pribadi tentang hidup dan impian.
Ps: Circle and triangle remind me to Bapa. He was really like those shapes. Smile.
Minggu, 30 Oktober 2011
Blowing Ass.
Pantatmu sekarang besar.
Sialnya, perutmu juga.
Bukan karena sedang hamil, tapi karena bagian perut dan pantat yang kurang diolahragakan.
***
Curvy body is the new it body.
Really?
***
Tapi,
Dengan pantat dan perut yang besar, aku masih bisa menari tap dan bergumam riang.
***
Tap Tap Tap
Clap Clap Clap
Humming.
Sialnya, perutmu juga.
Bukan karena sedang hamil, tapi karena bagian perut dan pantat yang kurang diolahragakan.
***
Curvy body is the new it body.
Really?
***
Tapi,
Dengan pantat dan perut yang besar, aku masih bisa menari tap dan bergumam riang.
***
Tap Tap Tap
Clap Clap Clap
Humming.
Kamis, 20 Oktober 2011
OH. ANGIN. OH
Here I am.
At twenty feet high.
Wind whistling.
A very hard whistle.
***
Di sini dingin. Hari terdingin di bulan September. Angin kencang berhasil menerobos lewat lubang-lubang yang sebetulnya tidak dirancang sebagai lubang udara. Retakan. Di dinding dan di langit-langit. Satu-satunya kehangatan yang berhasil kudapatkan di sini adalah secangkir teh panas dan semangkuk kecil mie rebus yang mie nya dimasak terlalu lama. Harus dihirup dan dimakan cepat-cepat. Angin akan segera mencuri kehangatannya. Lihat saja. Dalam hitungan sepuluh. Sepuluh… sembilan… delapan… tujuh… enam… lima… empat… tiga… dua… satu. Tidak ada lagi secangkir teh dan semangkuk mie yang panas. Betul kan? I told you. Dan, karena aku harus membuktikan pada kalian, sekarang aku tidak lagi punya kehangatan di sini. Huh. Bisakan waktu kembali lagi ke sepuluh detik terakhir? Please, God?
Ups, Tuhan. Aku hampir saja lupa. Masih ada satu kehangatan. Ya, tentu saja kehangatanMu akan selalu ada. Maksudku, aku masih punya sehelai selimut. Cukup hangat dan nyaman. Ehem, baunya tidak termasuk perhitungan. Aku sudah tidak mengunjungi laundry sejak… coba kuingat… sekitar enam atau delapan bulan….
Sambil mendengar siulan angin dan menyibak gorden yang menari-nari, aku duduk di sebuah celah di dekat jendela. Selimut membungkus badanku. Mie dingin dan teh dingin (diucapkan dengan sedikit kesal) berada di pangkuanku. Kuhirup bergantian. Mataku memandang keluar jendela.
Di ketinggian dua puluh kaki. Aku memikirkan pikiran ini. Apa rasanya meloncat keluar? Apakah angin akan menangkapku? Ehm, I’m not sure. Aku tak cukup dekat berteman dengannya. Mungkin aku bisa mengepakkan tanganku. Ohhh atau atau… aku punya ide cemerlang! Selimut ini, mungkin bisa jadi sejenis parasut yang bisa membawaku terbang beberapa kilometer sebelum menginjak bumi. Yaa yaaa… pasti kau tidak pernah berfikir aku bisa sejenius ini bukan? Haha. Aku meracau. Andai aku punya Kristal yang bisa membuatku terbang ke Laputa.
***
Waktu bersiul.
***
Dapur mungilku berbau coklat dan kayu manis. Aku sedang memanggang beberapa biskuit. Resep sendiri.
***
Angin masih bersiul. Semakin keras. Namun kali ini, aku punya kehangatan lain. Aku duduk di celah jendela. Masih dengan selimutku. Sekarang dia berbau lavender. Dipangkuanku: biskuit buatan rumah yang baru keluar dari oven dan secangkir BESAR coklat panas.
***
Laputa, tunggu aku.
At twenty feet high.
Wind whistling.
A very hard whistle.
***
Di sini dingin. Hari terdingin di bulan September. Angin kencang berhasil menerobos lewat lubang-lubang yang sebetulnya tidak dirancang sebagai lubang udara. Retakan. Di dinding dan di langit-langit. Satu-satunya kehangatan yang berhasil kudapatkan di sini adalah secangkir teh panas dan semangkuk kecil mie rebus yang mie nya dimasak terlalu lama. Harus dihirup dan dimakan cepat-cepat. Angin akan segera mencuri kehangatannya. Lihat saja. Dalam hitungan sepuluh. Sepuluh… sembilan… delapan… tujuh… enam… lima… empat… tiga… dua… satu. Tidak ada lagi secangkir teh dan semangkuk mie yang panas. Betul kan? I told you. Dan, karena aku harus membuktikan pada kalian, sekarang aku tidak lagi punya kehangatan di sini. Huh. Bisakan waktu kembali lagi ke sepuluh detik terakhir? Please, God?
Ups, Tuhan. Aku hampir saja lupa. Masih ada satu kehangatan. Ya, tentu saja kehangatanMu akan selalu ada. Maksudku, aku masih punya sehelai selimut. Cukup hangat dan nyaman. Ehem, baunya tidak termasuk perhitungan. Aku sudah tidak mengunjungi laundry sejak… coba kuingat… sekitar enam atau delapan bulan….
Sambil mendengar siulan angin dan menyibak gorden yang menari-nari, aku duduk di sebuah celah di dekat jendela. Selimut membungkus badanku. Mie dingin dan teh dingin (diucapkan dengan sedikit kesal) berada di pangkuanku. Kuhirup bergantian. Mataku memandang keluar jendela.
Di ketinggian dua puluh kaki. Aku memikirkan pikiran ini. Apa rasanya meloncat keluar? Apakah angin akan menangkapku? Ehm, I’m not sure. Aku tak cukup dekat berteman dengannya. Mungkin aku bisa mengepakkan tanganku. Ohhh atau atau… aku punya ide cemerlang! Selimut ini, mungkin bisa jadi sejenis parasut yang bisa membawaku terbang beberapa kilometer sebelum menginjak bumi. Yaa yaaa… pasti kau tidak pernah berfikir aku bisa sejenius ini bukan? Haha. Aku meracau. Andai aku punya Kristal yang bisa membuatku terbang ke Laputa.
***
Waktu bersiul.
***
Dapur mungilku berbau coklat dan kayu manis. Aku sedang memanggang beberapa biskuit. Resep sendiri.
***
Angin masih bersiul. Semakin keras. Namun kali ini, aku punya kehangatan lain. Aku duduk di celah jendela. Masih dengan selimutku. Sekarang dia berbau lavender. Dipangkuanku: biskuit buatan rumah yang baru keluar dari oven dan secangkir BESAR coklat panas.
***
Laputa, tunggu aku.
Langganan:
Postingan (Atom)